Pages

Selasa, 19 Maret 2013

Strategi Pembangunan


1. Strategi Pembangunan
    Strategi pembangunan adalah merupakan suatu cara untuk mencapai Visi dan Misi  yang rumusankan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatan kinerja. Kinerja sangat dipengaruhi oleh bagai mana suatu organisasi (pemerintah)  menerima sukses atau mengalami kegagalan dari suatu misi organisasi pemerintah. Faktor – faktor keberhasilan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi dalam rangka mencapai tujuan dan misi organisasi pemerintah secara sinergis dan efisien. Untuk merumuskan strategi maka dibutuhkan analisis lingkungan strategis. 
a. Macam-macam strategi pembangunan ekonomi :
·         Strategi Pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
• Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
• Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah ( trickle – down – effect ) pendistribusian kembali.
• Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi.
• Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan :               Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain. Hasil penelitian bahwa strategi yang dilakukan oleh gereja ini adalah memiliki komitmen; mengadakan menara doa; mengadakan sekolah agar dapat melayani sesama; berjalan dalam tuntunan Tuhan; mendatangkan pembicara-pembicara yang dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan hidup para jemaat, misalnya, dalam hal keuangan, keluarga, jati diri dan bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya; melakukan kebaktian di rumah para jemaat yang disebut dengan FA (Family Altar); KTM (Kebaktian Tengah Minggu); WBI (Wanita Bethel Indonesia); Ibadah Doa Pengerja dari seluruh Gereja Cabang dan Pos PI seputar wilayah Medan dan sekitarnya; Ibadah Doa Malam; Ibadah Pemuda; membuka pelayanan kemasyarakatan dimana gereja ini mempunyai Yayasan Surya Kebenaran International, seperti; membantu korban bencana alam, memberi makan fakir miskin, membangun rumah singgah dan lain-lain. Adapun motivasi para jemaat beribadah di gereja karismatik adalah untuk mencari kebebasan dalam mengekspresikan isi hati, suasana lebih hidup dan lebih modern, sukacita dan karena melihat gereja ini tidak hanya membantu dalam kebutuhan rohani saja, tetapi juga kebutuhan jasmani para jemaat melalui pelayanan kemasyarakatan, sehingga menjadi seimbang. Weber (dalam Robertson 1988:44) mengatakan bahwa kekuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, material, kemudian dianggap mempunyai kemampuan menjelaskan apa yang terjadi. Strategi-strategi yang dilakukan dan motivasi para jemaat merupakan bentuk dari kepercayaan manusia akan sesuatu yang berada di luar dirinya, yang mereka anggap magik ataupun supranatural yang mampu mengendalikan dan memperkokoh kehidupan baik sosial maupun kerohanian, sehingga mendorong manusia untuk menjadikannya sebuah keyakinan atau agama. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin modern tidak dapat lagi diselesaikan dengan akal pikiran manusia sehingga diperlukan sesuatu yang mengikuti perkembangan zaman dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
1. Strategi Pembangunan
    Strategi pembangunan adalah merupakan suatu cara untuk mencapai Visi dan Misi  yang rumusankan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatan kinerja. Kinerja sangat dipengaruhi oleh bagai mana suatu organisasi (pemerintah)  menerima sukses atau mengalami kegagalan dari suatu misi organisasi pemerintah. Faktor – faktor keberhasilan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi dalam rangka mencapai tujuan dan misi organisasi pemerintah secara sinergis dan efisien. Untuk merumuskan strategi maka dibutuhkan analisis lingkungan strategis. 
a. Macam-macam strategi pembangunan ekonomi :
·         Strategi Pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
• Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
• Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah ( trickle – down – effect ) pendistribusian kembali.
• Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi.
• Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan :               Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain. Hasil penelitian bahwa strategi yang dilakukan oleh gereja ini adalah memiliki komitmen; mengadakan menara doa; mengadakan sekolah agar dapat melayani sesama; berjalan dalam tuntunan Tuhan; mendatangkan pembicara-pembicara yang dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan hidup para jemaat, misalnya, dalam hal keuangan, keluarga, jati diri dan bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya; melakukan kebaktian di rumah para jemaat yang disebut dengan FA (Family Altar); KTM (Kebaktian Tengah Minggu); WBI (Wanita Bethel Indonesia); Ibadah Doa Pengerja dari seluruh Gereja Cabang dan Pos PI seputar wilayah Medan dan sekitarnya; Ibadah Doa Malam; Ibadah Pemuda; membuka pelayanan kemasyarakatan dimana gereja ini mempunyai Yayasan Surya Kebenaran International, seperti; membantu korban bencana alam, memberi makan fakir miskin, membangun rumah singgah dan lain-lain. Adapun motivasi para jemaat beribadah di gereja karismatik adalah untuk mencari kebebasan dalam mengekspresikan isi hati, suasana lebih hidup dan lebih modern, sukacita dan karena melihat gereja ini tidak hanya membantu dalam kebutuhan rohani saja, tetapi juga kebutuhan jasmani para jemaat melalui pelayanan kemasyarakatan, sehingga menjadi seimbang. Weber (dalam Robertson 1988:44) mengatakan bahwa kekuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, material, kemudian dianggap mempunyai kemampuan menjelaskan apa yang terjadi. Strategi-strategi yang dilakukan dan motivasi para jemaat merupakan bentuk dari kepercayaan manusia akan sesuatu yang berada di luar dirinya, yang mereka anggap magik ataupun supranatural yang mampu mengendalikan dan memperkokoh kehidupan baik sosial maupun kerohanian, sehingga mendorong manusia untuk menjadikannya sebuah keyakinan atau agama. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin modern tidak dapat lagi diselesaikan dengan akal pikiran manusia sehingga diperlukan sesuatu yang mengikuti perkembangan zaman dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
1. Strategi Pembangunan
    Strategi pembangunan adalah merupakan suatu cara untuk mencapai Visi dan Misi  yang rumusankan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatan kinerja. Kinerja sangat dipengaruhi oleh bagai mana suatu organisasi (pemerintah)  menerima sukses atau mengalami kegagalan dari suatu misi organisasi pemerintah. Faktor – faktor keberhasilan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi dalam rangka mencapai tujuan dan misi organisasi pemerintah secara sinergis dan efisien. Untuk merumuskan strategi maka dibutuhkan analisis lingkungan strategis. 
a. Macam-macam strategi pembangunan ekonomi :
·         Strategi Pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
• Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
• Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah ( trickle – down – effect ) pendistribusian kembali.
• Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi.
• Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan :               Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain. Hasil penelitian bahwa strategi yang dilakukan oleh gereja ini adalah memiliki komitmen; mengadakan menara doa; mengadakan sekolah agar dapat melayani sesama; berjalan dalam tuntunan Tuhan; mendatangkan pembicara-pembicara yang dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan hidup para jemaat, misalnya, dalam hal keuangan, keluarga, jati diri dan bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya; melakukan kebaktian di rumah para jemaat yang disebut dengan FA (Family Altar); KTM (Kebaktian Tengah Minggu); WBI (Wanita Bethel Indonesia); Ibadah Doa Pengerja dari seluruh Gereja Cabang dan Pos PI seputar wilayah Medan dan sekitarnya; Ibadah Doa Malam; Ibadah Pemuda; membuka pelayanan kemasyarakatan dimana gereja ini mempunyai Yayasan Surya Kebenaran International, seperti; membantu korban bencana alam, memberi makan fakir miskin, membangun rumah singgah dan lain-lain. Adapun motivasi para jemaat beribadah di gereja karismatik adalah untuk mencari kebebasan dalam mengekspresikan isi hati, suasana lebih hidup dan lebih modern, sukacita dan karena melihat gereja ini tidak hanya membantu dalam kebutuhan rohani saja, tetapi juga kebutuhan jasmani para jemaat melalui pelayanan kemasyarakatan, sehingga menjadi seimbang. Weber (dalam Robertson 1988:44) mengatakan bahwa kekuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, material, kemudian dianggap mempunyai kemampuan menjelaskan apa yang terjadi. Strategi-strategi yang dilakukan dan motivasi para jemaat merupakan bentuk dari kepercayaan manusia akan sesuatu yang berada di luar dirinya, yang mereka anggap magik ataupun supranatural yang mampu mengendalikan dan memperkokoh kehidupan baik sosial maupun kerohanian, sehingga mendorong manusia untuk menjadikannya sebuah keyakinan atau agama. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin modern tidak dapat lagi diselesaikan dengan akal pikiran manusia sehingga diperlukan sesuatu yang mengikuti perkembangan zaman dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
·         Strategi Pembagunan dengan Pemerataan
Inti dari konsep strategi ini adalah dengan ditekankannya peningkatan pembangunan melalui teknik sosial engineering, seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan paket program terpadu.
contoh kasus strategi pemerataan pembangunan yang terjadi di Provinsi Banten.
Tak dapat dipungkiri, kondisi geografis suatu daerah mempunyai peranan penting dalam kemajuan pembangunan. Daerah yang berada di wilayah strategis sangat signifikan dalam mempercepat dan meningkatkan pembangunan ekonomi. Sebagai contoh, Provinsi Banten yang secara geografis bisa dibagi dalam dua wilayah pembangunan, yaitu utara dan selatan. Bagian utara meliputi Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Cilegon. Sedangkan bagian selatan meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Serang.Daerah bagian selatan relatif tertinggal dibandingkan daerah bagian utara. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), PDRB 2009 di Kabupaten Pandeglang dan Lebak bagian selatan masing-masing mencapai Rp 3,9 miliar dan Rp 3,8 miliar. Sedangkan bagian utara seperti Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang mencapai Rp 17 miliar dan Rp 27 miliar. Padahal, Kabupaten Lebak dan Pandeglang luasnya 63,89 persen dari luas Banten. Sementara Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang hanya 12.06 persen luas Banten.Kondisi tersebut disebabkan oleh geografi-strategis daerah bagian utara yang sangat dekat dengan kota metropolis DKI Jakarta. Posisi Tangerang dan Kota Tangerang sebelah utara merupakan hinterland bagi DKI Jakarta. Tangerang lebih melayani Jakarta dibandingkan wilayah selatan. Sebaliknya, bagian selatan seolah menjadi daerah yang berdiri sendiri. Di samping itu, kawasan bagian utara merupakan spill over (tumpahan) pembangunan di DKI Jakarta. Bisa dilihat misalnya, Kota Tangsel yang relaf baru sudah memiliki indikator pembangunan sangat baik. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tangsel sudah mencapai 75,1 dan pendapatan per kapita Rp 8.459 juta lebih.Oleh karena itu, ketimpangan yang terjadi antara utara-selatan harus segera diatasi, salah satunya, melalui strategi pembangunan jangka panjang dengan memaksimalkan potensi daerah tertinggal. Saat ini, strategi yang tengah dikembangkan, antara lain, dengan menjadikan daerah bagian selatan sebagai kawasan minapolitan. Konsep utamanya adalah pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis kawasan dengan keterpaduan lintas sektor untuk peningkatan taraf hidup masyarakat. Sedangkan prinsipnya adalah pengembangan kewilayahan yang efektif, efisien disertai dukungan lintas sektor.Lokasi-lokasi pengembangan minapolitan Banten meliputi Pelabuhan perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kota Serang, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, kawasan budidaya rumput laut Pontang, Kota Serang, dan kawasan budidaya kerang Panimbang dan kawasan pangkalan pendaratan ikan (PPI) Binuangeun. Lokasi itu merupakan sentra pengembangan perikanan yang diprioritaskan. Mulai 2012 empat kawasan pelabuhan perikanan tersebut akan menjadi kawasan minapolitan di Banten untuk jenis perikanan tangkap.Anggaran sektoral pada DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Banten akan difokuskan untuk memberikan input produksi serta sarana dan prasarana pokok. Sedangkan yang lintas sektoral berupa penyediaan prasarana pendukung seperti jalan, saluran irigasi serta dukungan lain yang diperlukan. Dalam pelaksanaannya, sebagain besar yang dimiliki akan difokuskan pada lokasi minapolitan dimaksud.Proyek pengembangan kawasan minapolitan di Banten ini akan menjadi percontohan nasional bagi sektor kelautan dan perikanan. Karena itu, proyek ini perl dikawal oleh seluruh elemen masyarakat supaya proyek ini berhasil. Pengembangan kawasan minapolitan harus menjadi prioritas utama yang dikerjakan sungguh-sungguh di masing-masing daerah. Dukungan dan kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program strategis ini, sehingga kesenjangan pembangunan dapat teratasi. 
 
·         Strategi Ketergantungan
Teori ketergantungan muncul dari pertemuan ahli-ahli ekonomi Amerika Latin pada tahun 1965 di Mexico City. Menjelaskan dasar-dasar kemiskinan yang diderita oleh negara-negara sedang berkembang, khususnya negara-negra Amerika Latin. Yang menarik dari teori ketergantungan adalah munculnya istilah dualisme utara-selatan, desa-kota, corepriphery yang pada dirinya mencerminkan adanya pemikiran pembangunan yang berwawasan ruang.Pada tahun 1965 muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan. Konsep ini timbul dikarenakan tidak sempurnanya strategi pertumbuhan dan strategi pembangunan dengan pemerataan.
Inti dari konsep strategi ketergantungan adalah :
Kemiskinan di negara–negara berkembang lebih disebabkan karena adanya ketergantungan negara tersebut dari pihak/negara lainnya. Oleh karena itu jika suatu negara ingin terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, negara tersebut harus mengarahkan upaya pembangunan ekonominya pada usaha melepaskan diri dari ketergantungandari pihak lain. Langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah meningkatkan produksi nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam bidang produksi, lebih mencintai produk nasional.Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan “. . . . .teori ketergantungan tersebut memang cukup relevan, namun sayangnya telah menjadi semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk membangun masyarakat sendiri (selfdevelopment). Sebab selalu akan gampang sekali bagi kita untuk menumpahkan semua kesalahan pada pihak luar yang memeras, sementara pemerasan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat kita sendiri dibiarkan saja . . . . . “ ( Kothari dalam Ismid Hadad, 1980 ).

·         Strategi yang berwawasan ruang
Pada argumentasi Myrdall dan Hirschman terdapat dua istilah yaitu “back-wash effects” dan “spread effects” .“Back-wash Effects” adalah kurang maju dan kurang mampunya daerah-daerah miskin untuk membangun dengan cepat disebutkan pula oleh terdapatnya beberapa keadaan yang disebut Myrdall.“spread effects” (pengaruh menyebar), tetapi pada umumnya spread-effects yang terjadi adalh jauh lebiih lemah dari back-wash effectsnya sehingga secara keseluruhan pembangunan daerah yang lebih kaya akan memperlambat jalnnya pembangunan di daerah miskin.Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah bahwa Myrdall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai, sedangkan Hirschman percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.
Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran strategi ini adalah menaggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan dikeluarkannya dokumen: Employment, Growth, and Basic Needs : A One World Problem. ILO dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipengaruhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok dan sejenisnya.


·         Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan pembangunan menjangkau, apalagi memecahkan masalah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Untuk itu tiga sasaran pokok perlu diusahakan bersama yaitu membuka lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan pokok.
Pendekatan kebutuhan pokok (pendekatan K-P) untuk pembangunan menarik perhatian kalangan pejabat pemerintah, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang terutama dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata. Artinya, lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan lebih menguntungkan penduduk kota.
Pendekatan kebutuhan pokok disambut baik oleh kalangan luas, sewaktu gagasan ini secara resmi diajukan pada Konperensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di tahun 1976. Namun di pihak lain banyak juga kritik dilontarkan terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering dilontarkan terhadap pendekatan K-P adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi dan bukan investasi. Karena hal itu menghambat pertumbuhan ekonomi. Dikatakan pula bahwa pendekatan K-P pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan 'negara kesejahteraan' (welfare state) di negara berkembang, yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Berarti Realokasi Pendekatan K-P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi. Karenanya ia berbeda dari model pertumbuhan kapitalis maupun Marxis yang keduanya mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi.
Kesan bahwa pendekatan K-P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat tercapai melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada. Seolah-olah tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun keliru sekali jika orang mengira bahwa pendekatan K-P merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok. Diharapkan, bahwa dengan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, kemiskinan absolut (dalam arti kata terdapatnya sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu) dapat dihapuskan. Di samping itu juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antar golongan. Dengan demikian maka pelaksanaan strategi K-P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern, yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. 
Pilihan Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa strategi K-P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, dan bukan barang modal. Juga dianggap mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi modern yang padat modal. 
Strategi K-P memang menekankan produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik produksi yang digunakan di sesuatu negara, akan tergantung pada kondisi khas yang terdapat di negara itu. Karena ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K-P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate teknologi). Atau, dalam kata-kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya teknologi baru, yang disesuaikan dengan kondisi khas di suatu negara dan yang menunjang pelaksanaan strategi K-P. Dengan begitu strategi K-P tidak berarti penggantian menyeluruh teknologi padat-modal dengan teknologi padat karya. Di suatu negara berkembang mungkin ada kondisi, yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya. Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal dan padat karya. Ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat dengan syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini maka teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang, dalam hal penggunaannya yang efisien dan menguntungkan masyarakat.

2. Faktor- Faktor yang mempengaruhi strategi pembangunan yang ingin dicapai
    Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembangunan adalah berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Jika yang ingin dicapai adalah tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka faktor yang mempengaruhi digunakannya strategi tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah, akumulasi kapital yang rendah, tingkat pendapatan pada kapital yang rendah, serta masalah ekonomi yang berat ke sektor tradisional yang kurang berkembang.
Faktor yang mempengaruhi diberlakukannya strategi pembangunan yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan pada dasarnya dilandasi oleh keinginan berdasarkan norma tertentu, bahwa kemiskinan harus secepat mungkin diatasi. Sementara itu, strategi-strategi pembangunan lain ternyata sangan sulit mempengaruhi/memberikan manfaat secara langsung kepada golongan miskin ini.
Strategi pembangunan, ternyata justru menimbulkan ketidakmerataan hasil pembangunan. Ketidakmerataan tersebut tidak hanya antar golongan masyarakat, tetapi juga antar daerah. Sehingga ada daerah maju dan daerah terbelakang. Ketidakmerataan antar daerah ini pada dasarnya disebabkan oleh kebijaksanaan penanaman modal yang cenderung hanya diarahkan ke lokasi tertentu. Biasanya, modal yang ditanamkan tersebut bersifat padat modal dan outputnya berorientasi ke pasar Internasionaldan abtar kelompok menengan ke atas di dalam negeri. Selain karena kebijaksanaan penanaman modal, kesulitan pangan antar daerah juga disababkan karena potensi daerah yang berbeda-beda.
3. Strategi Pembangunan Ekonomi Indonesia yang Diarahkan pada Repelita
Sebelum orde baru strategi pembangunan diIndonesiasecara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya nampak adanya kecendrungan lebih menitik beratkan pada tujuan-tujuan politik dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal orde baru, strategi pembangunan diIndonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tinggi (hyper inflasi).
Dari keterangan pemerintah yang ada, dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi pembangunan di Indonesiatidak mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai contoh selain strategi pemerataan pembangunan, Indonesiatidak mengesampingkan strategi pertumbuhan dan strategi yang berwawasan ruang (terbukti dengan dibaginya wilayahIndonesiadengan berbagai wilayah pembangunan I, II, III dan seterusnya). Periode ini kemudian disusul dengan periode Repelita dan dalam setiap Repelita, khususnya sejak Repelita II, strategi pembangunan ekonomi yang diberlakukan di Indonesia adalah strategi yang mengacu pada pertumbuhan yang sekaligus berorientasi pada keadilan (pemerataan), menghapus kemiskinan, dan juga keadilan (pemerataan) antar daerah. Pembagian wilayah pembangunan ini tidak didasarkan pada pembagian secara adminstratif politis yang ada.
Strategi tersebut dipertegas dengan ditetapkannya sasaran atau titik berat setiap Repelita, yakni :
Tujuan Analisis Ekonomi Pembangunan :
Menelaah faktor-faktor yang menimbulkan  ketiadaan pembangunan.
Menelaah faktor-faktor yang menimbulkan  keterlambatan pembangunan.
Mengemukakan cara-cara pendekatan yang  dapat ditempuh untuk mengatasi masalah- masalah yang dihadapi sehingga mempercepat   jalannya pembangunan.
4. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan sendiri adalah upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, atau sebagai peran arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembangunan.
Ciri perencanaan pembangunan :
Berisi upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi
Meningkatnya pendapatan perkapita
Merubah struktur ekonomi
Meningkatnya kesempatan kerja bagi masyarakat
Pemerataan pembangunan
Apapun definisi perencanaan pembangunan, menurut Bintoro Tjikroamijojo.
Manfaat Perencanaan adalah :
Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
Dengan perencanaan maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidak pastian dapat dibatasi seminim mungkin.
Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik.
Dengan perencanaan dapat dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur untuk mengadakan suatu pengawasan dan evaluasi.
Penggunaan dan aloksi sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya secara lebih efisien dan efektif. Diusahakan dihindarinya keborosan-keborosan. Suatu usaha untuk mencapai output/hasil secara maksimal daripada sumber-sumber yang tersedia.
Dengan perencanaan, perkembangan ekonomi yang mantap atau pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus dapat ditingkatkan.
Dengan perencanaan dapat dicapai stabilitas ekonomi, menghadapi siklis konjungtur.
Adapun rumusan tujuan kebijakan pembangunan dan target yang lebih spesifik untuk tujuan pembangunan yaitu:
Pembanguna sumber daya insani merupakan tujuan pertama kali dari kebijakan pembangunan
Perluasan produksi yang bermanfaat
Perbaikan kualitas hidup dengan memberikan prioritas pada 3 hal yakni terciptanya lapangan kerja, sistem keamanan yang luas dan pembagian kekayaan dan pendapatan yang merata.
Pembangunan yang seimbang yakni harmonisasi antar daerah berbeda dalam satu Negara dan antar sektor ekonomi
Teknologi baru yakni berkembangnya teknologi tepat guna yang sesuai kondisi dan aspirasi negara
Berkurangnya ketergantungan pada dunia luar dan dengan semakin menyatunya kerjasama yang solid dalam Negara.
Periode Perekonomian Pembangunan
Dalam sejarah perkembangannya, perencanaan pembangunan ekonomi diIndonesia dibagi dalam beberapa periode, yakni :
Periode sebelum Orde baru, dibagi dalam :
Periode 1945 – 1950
Periode 1951 – 1955
Periode 1956 – 1960
Periode 1961 – 1965
Sebelum Perang Dunia II para ilmuwan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi, karena faktor-faktor sbb :
Masih banyak negara sebagai negara jajahan
Kurang adanya usaha dari tokoh masyarakat  untuk membahas pembangunan ekonomi.  Lebih mementingkan usaha untuk meraih  kemerdekaan dari penjajah.
Parapakar ekonomi lebih banyak menganalisis  kegagalan ekonomi dan tingginya tingkat  pengangguran (depresi berat).
Pasca Perang Dunia II (Th. 1942), banyak negara memperoleh kemerdekaan (India, Pakistan, Phillipina, Korea  & Indonesia), perhatian terhadap pembangunan ekonomi mulai berkembang disebabkan oleh :
Negara jajahan yang memperoleh kemerdekaan
Berkembangnya cita-cita negara yang baru merdeka untuk mengejar ketertinggalannya di bidang ekonomi.
Adanya keinginan dari negara maju untuk  membantu negara berkembang dalam mempercepat
3. Pembangunan ekonomi.
Periode setelah Orde baru, dibagi dalam :
Periode 1966 s/d 1958, Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi
Periode Repelita I : 1969/70 – 1973/74
Periode Repelita II : 1974/75 – 1978/79
Periode Repelita III : 1979/80 – 1983/84
Periode Repelita IV : 1984/85 – 1988/89
Periode Repelita V : 1989/90 – 1993/94
 SUMBER :
 
http://andamifardela.wordpress.com/2011/05/13/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-ekonomi-indonesia/


0 komentar:

Posting Komentar