2.
PERSAINGAN HARGA PRODUK DALAM NEGERI VERSUS HARGA PRODUK LUAR NEGERI DILIHAT
DARI TINGGINYA BIAYA PRODUKSI
“Potensi
pasar domestic sebagai penopang ketangguhan ekonomi nasional”
A. ABSTRAK
:
Ekonomi
Indonesia selama kuartal I tahun 2012 tumbuh sebesar 6,3%. Meski demikian,
pemerintah tetap optimis bisa mencapai target pertumbuhan sebesar 6,7%
sebagaimana dicanangkan dalam APBN-Perubahan tahun 2012. Memang, krisis ekonomi
global yang bermuara pada terjadinya krisis di Benua Eropa sempat dikhawatirkan
berbagai pihak akan berpotensi menjadi penghambat terget pertumbuhan tersebut.
Kebijakan
memperkuat dan meningkatkan peran perdagangan dalam negeri sangat penting untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Bahkan, perdagangan dalam
negeri dapat mendorong terjadinya peningkatan sumber-sumber pertumbuhan di daerah,
sehingga akan terwujud target pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana yang
diharapkan.
B. PENDAHULUAN
Di zaman era
globalisasi ini kita harus mengetahui perkembangan perekonomianindonesia
terutama pada masalah persaingan harga produk. Baik produk dalam negeri maupun
produk luar negeri. Dengan mengetahui harga-harga pasar persaingan tersebut
kita dapat mengetahui kondisi ekonomi yang terjadi. Apa lagi pada saat tingkat
produksi tinggi, mau tidak mau negara pun harus mengikuti perkembangan harga
yang terjadi pada system perekonomian tersebut.
Pada saat itu juga,
jika ada perubahan pada harga-harga akan mempengaruhi perekonomian suatu negara
juga, karena negara harus bisa memikirkan bagaimana caranya agar bisa
mengimbangi harga pasar internasional dan juga di barengi dengan
mensejahterakan masyarakat. Pemerintah juga harus memperhatikan barang-barang
yang di impor, jangan semua barang pokok harus di impor dari luar, pemerintah
juga jangan sampai lupa akan barang-barang dalam negeri bahwa produk dalam
negeri tidak kalah bagus kualitasnya dengan produk luar negeri
C. LANDASAN TEORI
Sampai di manakah kita kuat
membendung badai krisis ekonomi global yang imbasnya benar-benar akan kita
rasakan pada paruh pertama tahun ini? Jawabannya ada di dalam diri sendiri,
yaitu bergantung pada seberapa besar kita mampu memberdayakan potensi yang kita
miliki.
Salah satu potensi besar yang sering
luput dari arus utama kebijakan ekonomi kita adalah pengembangan pasar
domestik. Ia baru dilirik ketika pasar ekspor sedang lesu. Dalam situasi
normal, teropong ekonomi kerap diarahkan ke pasar luar negeri.
Padahal, lebih dari 70% pendapatan
negara berasal dari pasar dalam negeri. Pasar ekspor hanya menyumbang kurang
dari 30%. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan pada 2009 pasar
domestik diperkirakan menyumbang pendapatan negara lebih dari 80%, sedangkan
pasar ekspor hanya menyumbang sekitar 18%.
|
Data tersebut menggambarkan pasar
domestik memiliki potensi yang luar biasa untuk digerakkan dan merupakan
jawaban yang ampuh untuk menghadapi imbas krisis finansial global yang akan
lebih dirasakan pedihnya oleh negara-negara yang bergantung pada ekspor.
Kepedihan itu terutama mendera
sebagian besar negara yang kekuatan pasarnya sedang tumbuh (emerging market)
yang menguasai 60% pangsa pasar ekspor ke Amerika Serikat dan negara-negara
maju. Akibat krisis, permintaan dari negara-negara tujuan ekspor tersebut kini
mengalami penurunan sehingga berdampak terhadap permintaan barang-barang dari
negara-negara yang sedang tumbuh (emerging countries).
Karena itu, fokus mengembangkan potensi
pasar domestik mestinya menjadi prioritas utama kebijakan ekonomi pemerintah
tahun ini. Kendati menambah beban pada semua komponen ekonomi, fokus
pengembangan potensi pasar domestik akan mampu menyelamatkan masyarakat dari
imbas krisis.
Tekad yang sudah disampaikan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada malam menjelang pergantian tahun sudah
tepat, namun harus lebih dikonkretkan. Tekad itu adalah memelihara pertumbuhan
ekonomi di level 4,5%, menjaga daya beli masyarakat, dan memberantas barang
impor ilegal.
Langkah konkret menjaga daya beli,
misalnya, bisa dilakukan dengan melibatkan secara penuh produsen dalam negeri
pada semua proyek negara. Bahan-bahan yang komponennya sudah bisa diproduksi di
dalam negeri, seperti semen, besi lokal, dan aspal, harus dimaksimalkan dalam
pengerjaan proyek negara.
Untuk memperluas pasar domestik,
negara harus memberi insentif lebih berupa pembebasan pajak pertambahan nilai
kepada dunia usaha yang sangat dominan memakai komponen bahan baku dalam negeri
dan banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri tekstil dan garmen.
Kebijakan itu perlu dilakukan agar masyarakat tetap bisa menjangkau harga
produk tersebut dan pengusaha juga diuntungkan karena pasarnya terjaga. Langkah
itu harus pula dibarengi dengan perang habis-habisan terhadap penyelundupan.
Jangan biarkan produk buatan China masuk secara ilegal dan menghancurkan
industri dalam negeri.
Jika semua langkah itu serentak
dilakukan, beban ekonomi akan terasa lebih ringan. Sebab, kita tidak bisa
berharap banyak dari orang lain untuk menyelamatkan negeri ini. Mereka juga
sedang dilanda kepanikan dan mencari pegangan yang kukuh agar tidak terhempas.
D. PEMBAHASAN
Ekonomi
Indonesia selama kuartal I tahun 2012 tumbuh sebesar 6,3%. Meski demikian,
pemerintah tetap optimis bisa mencapai target pertumbuhan sebesar 6,7%
sebagaimana dicanangkan dalam APBN-Perubahan tahun 2012. Memang, krisis ekonomi
global yang bermuara pada terjadinya krisis di Benua Eropa sempat dikhawatirkan
berbagai pihak akan berpotensi menjadi penghambat terget pertumbuhan tersebut.
Kebijakan
memperkuat dan meningkatkan peran perdagangan dalam negeri sangat penting untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Bahkan, perdagangan dalam
negeri dapat mendorong terjadinya peningkatan sumber-sumber pertumbuhan di daerah,
sehingga akan terwujud target pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana yang
diharapkan.
Pemerintah
sangat optimis strategi dan kebijakan di atas dapat menyelamatkan kita dari
dampak krisis global yang masih terus membayangi sejumlah negara. Ada banyak
alasan mengapa strategi dan kebijakan ini diterapkan. Di antaranya, adalah
adanya potensi dan kekuatan besar pasar domestik sebagai gerbang pertahanan
ekonomi negara. Konsumsi dalam negeri memiliki kontribusi sebesar 60% dari
total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang mencapai Rp8.600 triliun.
Lebih
dari itu, seperti kita maklumi bersama, Indonesia adalah negara besar dengan
populasi penduduk mencapai 242 juta orang. Dari kacamata perdagangan, data ini
merupakan pasar yang sangat potensial untuk pemasaran produk-produk dalam
negeri.
Fakta
lain yang mendukung strategi ini adalah bahwa total belanja rumah tangga
penduduk Indonesia selama 2012 untuk barang konsumsi diprediksi mencapai Rp 500
triliun. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan penjualan di supermarket dan
minimarket yang mencapai 19% per tahun.
Konsumsi
belanja rumah tangga yang begitu besar ini merupakan kekuatan pasar dalam
negeri yang sangat bisa diharapkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan
penjualan produk dalam negeri. Pasalnya, saat ini 65% pertumbuhan ekonomi
Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga.
Berangkat
dari data dan fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa menggiatkan konsumsi
domestik dan meningkatkan konsumsi produk dalam negeri merupakan unsur-unsur
penting bagi penguatan pasar dalam negeri yang telah menjadi bagian dari
strategi yang disiapkan Indonesia agar tidak terkena dampak krisis ekonomi
global.
Terkait
dengan soal upaya menggiatkan meningkatkan konsumsi produk dalam negeri,
perlu dicatat bahwa langkah ini bukan berarti kita harus anti impor. Yang
perlu digaris tebal dari kontek ini adalah bahwa peningkatan konsumsi produk
dalam negeri ini adalah sebagai bentuk upaya kita untuk mengurangi
ketergantungan terus terhadap sejumlah produk impor.
Ada
beberapa faktor yang perlu bersama-sama kita perhatikan dalam upaya menggiatkan
konsumsi domestik dan meningkatkan konsumsi produk dalam negeri. Misalnya,
sebagaimana disampaikan oleh Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan, konsumsi
domestik ini tentunya akan terpengaruh oleh job
description yang ditopang oleh investasi dan economic saving.
Karena itu, kita harus peka dengan apa yang dibutuhkan dan terus memperbaiki
kualitas daripada konektivitas.
Menteri
Perdagangan juga telah mengingatkan kita semua bahwa konektivitas besar bukan
hanya membangun prasarana jalan raya, listrik, dan sebagainya, tetapi juga
pasar tradisional. Itulah salah satu landasan pikir yang melatarbelakangi
komitmen Kementerian Perdagangan RI untuk terus memperhatikan eksistensi dan
pemberdayaan pasar tradisional secara lebih optimal, baik melalui revitalisasi
pasar maupun pembangunan pasar percontohan.
Faktor
lain yang akan mendukung upaya peningkatan konsumsi domestik dan konsumsi
produk dalam negeri adalah adanya kebijakan-kebijakan penguatan perdagangan
dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran arus barang serta
menciptakan iklim usaha yang sehat.
Pemantauan pasar dan evaluasi perdagangan.
Tentu
saja, semua itu tak akan terwujud tanpa adanya peran aktif dan sinergi bersama
antara pemerintah pusat dan daerah. Maka dari itu, sebagai upaya
mengimplementasikan sasaran strategis tersebut terdapat beberapa langkah utama
yang perlu dukungan dari pemerintah daerah. Salah satu langkah penting itu
adalah yang kita sebut dengan Pemantauan
pasar dan evaluasi perdagangan.
Langkah
tersebut bisa kita tempuh melalui beberapa hal berikut: 1) Memantau inflasi;
2)
Memantau arus barang yang masuk dan keluar pasar/pedagang grosir; 3)
Mengevaluasi permintaan pasar, mengamati perubahan perilaku konsumen, mengamati
perubahan jenis dan kualitas barang yang dikonsumsi, melakukan prakiraan
permintaan kedepan; 4) Memantau ada/tidaknya dominasi jenis barang/pelaku
perdagangan tertentu.
Dan
pemantauan pasar ini, tentunya tidak bisa lepas dari yang namanya pemantauan
harga. Perlu kami ingatkan bahwa, keakuratan data dan ketepatan waktu
merupakan unsur utama yang harus selalu dikedepankan. Sebab, kedua unsur ini
akan sangat membantu pemerintah pusat dalam menentukan dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesegera mungkin bila terjadi suatu kondisi
yang bisa berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Sebagai
contoh, pemantauan harga ini akan sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam
kaitannya dengan adanya hubungan yang sangat erat antara harga yang diterima
petani dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan produksi secara makro.
Artinya, dengan adanya pemantauan harga yang akurat dan tepat waktu maka
pemerintah akan dapat mengambil kebijakan yang mendukung keberhasilan program
peningkatan produksi dalam negeri tanpa harus menurunkan harga ditingkat
petani.
Kebijakan
lain yang sangat memerlukan hasil pemantauan harga yang akurat dan tepat waktu
adalah kebijakan pemerintah dalam menyikapi terjadinya lonjakan harga yang
seringkali terjadi menjelang hari besar keagamaan dan Nasional (HBKN), seperti
Lebaran, Hari Raya Kurban, Natal dan Tahun Baru.
Pada
momen-momen tersebut, biasanya terjadi gejolak harga sebagai akibat adanya
ekspektasi dari para pedagang untuk menaikkan harga dengan asumis akan ada
kenaikan permintaan pangan yang tidak disertai dengan ketersediaan yang cukup.
Nah, di sinilah arti penting pemantauan harga ini dilakukan, yakni agar bisa
pemerintah bisa mengantisipasi penyediaan bahan pangan yang dibutuhkan
masyarakat luas, baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun kebutuhan jangka
panjang.
Seperti
pengalaman yang sudah kita saksikan bersama, secara umum komoditas-komoditas
yang rentan mengalami lonjakan harga pada momen-momen keagamaan ini adalah
komoditas kebutuhan pangan pokok, semisal beras, gula, daging, telur, minyak
goreng dan buah serta sayuran. Bahkan, komoditas-komoditas ini juga
rentan mengalami fluktuasi harga pada saat menjelang panen, saat mulai musim
tanam atau ketika terjadi fuso (gagal panen).
Indonesia harus menghadapi pergolakan ekonomi global
pada tahun 2013 ini dengan optimis. Sebab, dalam hal perekonomian, pemerintah
Indonesia tidak hanya berorientasi pada ekspor. Kebijakan ini sangat tepat
karena fakta menunjukkan bila perdagangan dalam negeri memiliki peran penting
dalam menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional di saat sejumlah negara
maju justru terkena dampak krisis ekonomi global yang melanda Eropa dan
Amerika.
Di
tengah menurunnya kinerja pasar ekspor, perdagangan antar daerah dan antar
pulau bisa menjadi alternative yang sangat menjanjikan. Hal ini didukung oleh
sangat beragamnya potensi sumber daya alam dan juga sumber daya manusia yang
dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau,
suku, budaya.
Yang
menarik, masing-masing pulau dan daerah memiliki potensi yang berbeda-beda dan
saling mengisi satu sama lain. Fakta keragaman potensi antar daerah ini
merupakan modal besar untuk menggerakkan roda perdagangan dalam negeri pada
umumnya dan keuntungan ekonomi yang besar bagi tiap-tiap daerah.
Contoh
yang paling mudah dilihat adalah potensi Pulau Jawa sebagai sentra pemasaran
berbagai produk dan komoditas dari Luar Pulau Jawa, semisal Sulawesi,
Kalimantan, Papua dan Sumatera. Pasalnya, pulau ini paling padat penduduknya
dan sangat sempit lahannya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Langkah
yang diambil oleh Kemendag untuk memperkuat pasar domestik ini juga sejalan
dengan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode 2010-2014. Dijelaskan
bahwa Pembangunan Perdagangan dalam lima tahun ke depan akan berlandaskan pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dijabarkan
ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014 serta bertumpu
pada keseimbangan antara pembangunan perdagangan dalam negeri dan pembangunan
perdagangan luar negeri.
Artinya,
peningkatan pertumbuhan ekspor nonmigas dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi harus diiringi dengan penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga
kestabilan harga dan ketersediaan barang domestik serta menciptakan iklim usaha
yang sehat. Terkait dengan ini, maka arah kebijakan pembangunan perdagangan
dalam negeri adalah: “Peningkatan penataan sistem distribusi nasional yang
menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha, dan daya saing
produk domestik” .
Adapun
strategi yang telah ditetapkan dalam periode 2010-2014 adalah:
1.
Meningkatkan integrasi perdagangan
antar dan intra wilayah melalui pengembangan jaringan distribusi perdagangan,
untuk mendorong kelancaran arus barang sehingga ketersediaan barang dan
kestabilan harga dapat terjaga.
2.
Meningkatkan iklim usaha
perdagangan, melalui persaingan usaha yang sehat dan pengamanan perdagangan,
untuk mendorong pengembangan usaha kecil menengah, peningkatan usaha ritel
tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerja sama
yang saling menguntungkan antarpelaku usaha.
3.
Mendorong terciptanya pengelolaan
resiko harga, transparansi harga, pemanfaatan alternatif pembiayaan, dan
efisiensi distribusi melalui peningkatan efektivitas perdagangan berjangka,
sistem resi gudang, dan pasar lelang.
4.
Meningkatkan penggunaan produk dalam
negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik melalui pemanfaatan daya
kreasi bangsa.
5.
Memperkuat kelembagaan perdagangan
dalam negeri yang mendorong terwujudnya persaingan usaha yang sehat,
efektivitas perlindungan konsumen serta menciptakan perdagangan berjangka,
sistem resi gudang, dan pasar lelang yang efisien.
Potensi
Pasar Domestik
Belum
lama ini McKinsey Global Institute dalam laporan risetnya berani memproyeksikan
Indonesia sebagai negara berperekonomian terbesar ketujuh dunia pada tahun 2030
nanti, yakni dengan 135 juta konsumen potensial dengan pasar bernilai USD 1,8
triliun.
Angka-angka
itu menunjukkan betapa besarnya potensi pasar domestik yang bisa dioptimalkan,
baik oleh para investor maupun para pelaku usaha dalam negeri. Dengan kata
lain, fakta ini merupakan tantangan bagi para pelaku industri manufaktur dalam
negeri untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan global dalam memenuhi
kebutuhan barang dan jasa konsumen pasar domestik.
Adapun
kunci utama untuk berdiri kokoh dalam persaingan tersebut adalah kemampuan
berinovasi, baik dari segi produksi maupun dari sisi pemasarannya. Hal ini
penting karena kelas menengah Indonesia yang sedang tumbuh pesat saat ini
merupakan konsumen-konsumen cerdas yang dinamis, berselera tinggi dan memiliki
daya beli yang cukup kuat.
Bahkan,
mayoritas mereka ini diprediksi para pakar ekonomi tidak akan mempersoalkan
harga, tapi lebih mementingkan desain, kualitas, dan keragamaan produk. Karena
itu, dalam peta persaingan perdagangan domestik ke depan para pelaku usaha
nasional dituntut untuk mampu menjawab kebutuhan konsumen yang menghendaki
produk-produk yang berkualitas, inovatif, variatif dan harga yang bersaing.
Sektor
Logistik Penentu Daya Saing
Dalam
dunia perdagangan, semua aktivitas di sektor logistik memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan daya saing sebuah produk atau komoditas.
Artinya, produk atau komoditas yang unggul sekalipun tidak akan mampu bersaing
di tengah-tengah persaingan pasar yang ada. Sebab, besarnya biaya logistik
akan sangat berpengaruh kepada kekompetitifan harga dari produk atau
komoditas.
Semua
itu adalah tantangan besar yang harus bersama-sama diselesaikan untuk mendukung
kinerja perdagangan dalam negeri dan juga perdagangan luar negeri secara umum.
Karena, efektivitas waktu dan efisiensi biaya logistik harus menjadi muara dari
semua aktivitas logistik tersebut.
Paling
tidak, ada dua faktor penyebab rendahnya daya saing beberapa produk dan komoditas
Indonesia. Pertama, adalah tingginya biaya logistik itu. Yakni, akumulasi dari
biaya sejumlah indicator yang terkait langsung dengan biaya logistik. Diantara
unsur-unsur yang menjadi penyebab tingginya biaya logistik itu adalah; 1) Belum
optimalnya pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mendukung proses pemantauan arus barang antar wilayah; 2) Sarana yang mahal
dalam hal pengadaan alat angkut truk dan kapal laut (pajak dan suku bunga
tinggi); 3) Masih ada sejumlah regulasi logistik yang tidak sinkron antara
pemerintah pusat dan daerah; 4) Rendahnya kompetensi SDM logistik; 5) Masih
mengandalkan sejumlah armada yang tidak layak beroperasi.
Kedua,
lamanya waktu kirim juga termasuk hal yang menyebabkan kurang kuatnya daya
saing komoditas Indonesia di pasar nasional, regional maupun internasional.
Faktor kedua ini membutuhkan perbaikan-perbaikan dan penambahan sejumlah
prasarana logistik yang ada saat ini, seperti jalan raya, pelabuhan, dan
hubungan antar moda.
Perlu
dijadikan pengingat, bahwa laporan World Economic Forum 2009-2012 pernah
menyebutkan bila kualitas infrastruktur Indonesia masih berada pada peringkat
82 dari 134 negara yang disurvei. Dengan peringkat tersebut, kita masih kalah
dengan Malaysia yang berada di peringkat 23.
Dalam
kerangka itu pula, sebagaimana diamanatkan oleh Cetak Biru Sislognas,
pengembangan sistem logistik nasional juga diarahkan untuk mewujudkan
konektivitas antar satu lokasi dengan lokasi lainnya, atau konektifitas antara
pusat-pusat produksi dengan pasar (pusat konsumsi).
Perlu
saya ingatkan, bahwa salah satu tujuan penting adanya cetak biru Sislognas
adalah peningkatan kemampuan dan daya saing agar berhasil dalam persaingan
global. Karena itu, dalam edisi-edisi ke depan, saya berharap besar buletin Info
Logistik ini bisa memberikan wawasan-wawasan segar bagi seluruh pihak yang
terkait dengan pembangunan logistik Indonesia dalam rangka meningkatkan daya
saing produk-produk dan berbagai komoditas nasional di persaingan global. (red)
(Majalah Info PDN, Edisi 1 2013)
E.
KESIMPULAN
pasar domestik memiliki potensi yang
luar biasa untuk digerakkan dan merupakan jawaban yang ampuh untuk menghadapi
imbas krisis finansial global yang akan lebih dirasakan pedihnya oleh
negara-negara yang bergantung pada ekspor.
Kepedihan itu terutama mendera
sebagian besar negara yang kekuatan pasarnya sedang tumbuh (emerging market)
yang menguasai 60% pangsa pasar ekspor ke Amerika Serikat dan negara-negara
maju. Akibat krisis, permintaan dari negara-negara tujuan ekspor tersebut kini
mengalami penurunan sehingga berdampak terhadap permintaan barang-barang dari
negara-negara yang sedang tumbuh (emerging countries).
F.
DAFTAR PUSTAKA
Nama : Dian Utari
Kelas : 1EB24
NPM : 22212045
Tugas
ke : 2
0 komentar:
Posting Komentar